Industri pangan kini menjajaki printer 3D untuk daging sintetis, sebagai alternatif daging konvensional.
Printer ini menggunakan sel hewan yang dikembangkan di laboratorium, lalu dicetak dalam bentuk steak atau burger.
Keunggulannya adalah mengurangi kebutuhan peternakan besar yang menyumbang emisi karbon tinggi.
Selain itu, daging 3D bisa dipersonalisasi sesuai kebutuhan nutrisi konsumen.
Beberapa restoran sudah mulai menyajikan menu berbasis daging cetakan 3D dengan respons positif.
Namun, harganya masih mahal dan sebagian orang menolak karena dianggap tidak “alami”.
Meski begitu, teknologi ini bisa menjadi solusi krisis pangan di masa depan.
Daging cetakan 3D adalah revolusi kuliner yang bisa menyelamatkan bumi.